Kamis, 23 Desember 2010

HUKUM THAHARAH


BAB : I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
            Thaharah menurut pengertian etimologis adalah suci dan bersih, seperti kalimat “Thahhartu al-tsauba”, maksudnya “aku mencuci baju itu sampai bersih dan suci”. Menurut pengertian syara’, thaharah adalah mensucikan diri dari hadats atau najis seperti mandi, berwudhu’, tayamum dan sebagainya. Masih dalam pengertian bersuci, kegiatan yang serupa dengan ketentuan di atas, seperti mandi atau mencuci dengan berulang kali, memperbaharui wudhu dan tayamum, mandi yang disunnahkan dan yang semakna dengan itu meskipun tidak bermaksud menghilangkan hadats atau najis.
Dalam pandangan Islam, masalah bersuci dan segala yang berkaitan dengannya merupakan kegiatan yang sangat penting, karena diantara syarat syahnya shalat ditetapkan agar orang yang mengerjakannya suci dari hadats, suci badan, pakaian dan tempatnya dari najis. Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. (Q.S. al-Baqarah, 2 : 222). *
Bersuci atau berthaharah berkaitan langsung dengan (1) alat bersuci, seperti air, tanah, batu dan sebagainya. (2) kaifiat atau cara bersuci, (3) macam dan jenis najis yang harus dihilangkan, dan (5) sebab-sebab yang mengakibatkan wajibnya bersuci. Bersuci terdiri dari dua bagian yaitu bersuci dari (1) hadats yang terdiri dari dua bagian pula, yaitu hadats besar dan hadats kecil. Hadats besar disucikan dengan jalan mandi, sedangkan hadats kecil dilakukan denngan cara berwudhu. (2) bersuci dari najis, dengan jalan mencuci benda yang kena najis, sehingga hilang materi najis itu, warna, rasa dan baunya.

B.      RUMUSAN MASALAH
Dari penjelasan diatas penulis dapat merumuskan masalahnya sebagai berikut :
Ø  Hukum Thaharah
Ø  Penjelasan Thaharah
Ø  Sarana bersuci
Ø  Penjelasan tentang najis




BAB : II
PEMBAHASAN

A.      HUKUM THAHARAH
 
 Dalil Normatif Thaharah:
Thaharah hukumnya wajib berdasarkan Alquran dan sunah. Allah Taala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Maidah: 6).

  Allah juga berfirman, “Dan, pakaianmu bersihkanlah.” (Al-Mudatstsir: 4).
  “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Al-Baqarah: 222).
 
  Rasulullah bersabda (yang artinya), “Kunci salat adalah bersuci.” Dan sabdanya, “Salat tanpa wudu tidak diterima.” (HR Muslim). Rasulullah saw. Bersabda, “Kesucian adalah setengah iman.” (HR Muslim).


B.      PENJELASAN TENTANG THAHARAH
 Thaharah itu terbagi menjadi dua bagian: lahir dan batin. Thaharah batin adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat dengan bertobat dengan sebenar-benarnya dari semua dosa dan maksiat, dan membersihkan hati dari kotoran syirik, ragu-ragu, dengki, khianat, sombong, ujub, riya, dan sum'ah dengan ikhlas, yakin, cinta kebaikan, lemah lembut, benar, tawadu, dan mengharapkan keridaan Allah SWT dengan semua niat dan amal saleh.
 
  Adapun thaharah lahir adalah bersuci dari najis dan dari hadats (kotoran yang bisa dihilangkan dengan wudu, mandi, atau tayammum).
 
Thaharah dari najis adalah menghilangkan najis dengan air yang suci, baik dari pakaian orang yang hendak salat, badan, ataupun tempat salatnya. Thaharah dari hadats adalah dengan wudu, mandi, atau tayamum.




C.      SARANA BERSUCI /ALAT THAHARAH
Thaharah bisa dilakukan dengan dua hal.

  1. Air mutlak, yaitu air asli yang tidak tercampuri oleh sesuatu apa pun dari najis, seperti air sumur, air mata air, air lembah, air sungai, air salju, dan air laut, berdasarkan dalil-dalil berikut. “Dan Kami turunkan dari langit air yang amat suci.” (Al-Furqan: 48). Rasulullah saw. bersabda,“Air itu suci, kecuali bila sudah berubah aromanya, rasanya, atau warnanya karena kotoran yang masuk padanya.” (HR Al-Baihaqi. Hadis ini daif, namun mempunyai sumber yang sahih).

  2. Tanah yang suci, atau pasir, atau batu, atau tanah berair. Rasulullah saw. bersabda, “Dijadikan bumi itu sabagai masjid dan suci bagiku.” (HR Ahmad). Tanah dijadikan sebagai alat thaharah jika tidak ada air, atau tidak bisa menggunakan air karena sakit, dan Karena sebab lain. Allah berfirman, ”…kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kalian dengan tanah yang suci.” (An-Nisa: 43).
 
  Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya tanah yang baik (bersih) adalah alat bersuci seorang muslim, kendati ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air, maka hendaklah ia menyentuhkannya ke kulitnya.” (HR Tirmizi, dan ia menghasankannya).
 
  “Rasulullah saw. mengizinkan Amr bin Ash r.a. bertayammum dari jinabat pada malam yang sangat dingin, karena ia menghawatirkan keselamatan dirinya jika ia mandi dengan air yang dingin.” (HR Bukhari).



D.     PENJELASAN TENTANG NAJIS
An-Najasat itu dari kata tunggalnya ialah an-najasah
yang maknanya ialah benda-benda najis. Adapun yang dikatakan
benda-benda najis itu ialah benda-benda yang bila pakaian atau tubuh
kita atau tempat ibadah tersentuh dengannya, harus dicuci dengan air
atau digosokkan dengan tanah sehingga baunya, warnanya dan
tanda-tandanya telah hilang.
Benda-benda najis itu ialah benda-benda yang kotor dan dianggap najis oleh Allah
dan Rasul-Nya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Tetapi ada pula
benda-benda yang dianggap kotor oleh keumuman manusia, tetapi tidak
dianggap najis oleh Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu yang najis
pastilah kotor, sedangkan yang kotor itu belum tentu najis.
Karena penetapan tentang sesuatu itu najis atau bukan adalah perkara yang berkaitan langsung dengan syarat sahnya shalat, maka untuk menetapkan bahwa sesuatu yang
kotor itu adalah najis haruslah dengan dalil dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Dan tidak bisa sesuatu itu dianggap najis hanya karena perasaan atau akal pikiran manusia menganggapnya kotor. (Lihat Ar-Raudlatun Nadiyyah oleh Al-`Allamah Shiddiq Hasan Khan, hal. 9 – 10).
 Hal-hal yang najis adalah setiap yang ke luar dari dua lubang manusia, berupa tinja dan air kencing, atau mazi (lendir yang keluar dari kemaluan karena syahwat), atau wadi (cairan putih yang keluar selepas kencing), atau mani, air kencing, dan kotoran hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan, darah, nanah, air muntahan yang telah berubah, bangkai dan organ tubuhnya kecuali kulitnya, karena jika disamak kulitnya menjadi suci. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap kulit yang sudah disamak, maka menjadi suci.” (HR Muslim).








DAFTAR PUSTAKA
http://arrahmah.com/index.php/blog/read/537/thaharah-bersuci

Tidak ada komentar:

Posting Komentar